Rabu, 07 September 2016

TINJAUAN ULANG TENTANG ATOM DAN MOLEKUL DALAM KIMIA ORGANIK
OLEH AGUSTININGSIH AMIR
Sejarah tentang kimia organik diawali sejak pertengahan abad 17. pada waktu itu, tidak dapat dijelaskan perbedaan antara senyawa yang diperoleh dari organisme hidup (hewan dan tumbuhan) dengan senyawa yang diperoleh dari bahan-bahan mineral. Senyawa yang diperoleh dari tumbuhan dan hewan sangat sulit diisolasi. Ketika dapat dimurnikan, senyawa-senyawa yang diperoleh tersebut sangat mudah terdekomposisi dari pada senyawa yang diperoleh dari bahan- bahan mineral. Seorang ahli kimia dari Swedia, Torbern Bergman, pada tahun 1770 mengekspresikan penjelasan di atas sebagai perbedaan antara senyawa organik dan anorganik. Selanjutnya, senyawa organik diartikan sebagai senyawa kimia yang diperoleh dari makhluk hidup (Layli Prasojo:12).
Banyak ahli kimia pada masa itu hanya menjelaskan perbedaan senyawa organik dan senyawa anorganik dalam hal bahwa senyawa organik harus mempunyai energi vital (vital force) sebagai hasil dari keaslian mereka dalam tubuh makhluk hidup. Salah satu akibat dari energi vital ini adalah para ahli kimia percaya bahwa senyawa organik tidak dapat dibuat maupun dimanipulasi di laboratorium sebagaimana yang dapat dilakukan terhadap senyawa anorganik. Teori vitalitas ini kemudian mengalami perubahan ketika Michael Chevreul (1816) menemukan sabun sebagai hasil reaksi antara basa dengan lemak hewani. Lemak hewani dapat dipisahkan dalam beberapa senyawa organik murni yang disebut dengan asam lemak. Untuk pertama kalinya satu senyawa organik (lemak) diubah menjadi senyawa lain (asam lemak dan gliserin) tanpa intervensi dari energi vital.
   
                                                                                                                                          



Beberapa tahun kemudian, teori vitalitas semakin melemah ketika Friedrich Wohler (1828) mampu mengubah garam anorganik, ammonium sianat, menjadi senyawa organik yaitu urea yang sebelumnya telah ditemukan dalam urin manusia.
       I.         STRUKTUR ELEKTRON DARI ATOM
Atom terpenting yang dipelajari dalam kimia organik adalah atom karbon. Meskipun demikian, atom lainnya juga perlu dipelajari seperti: hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, sulfur, dan atom lainnya.
Atom karbon termasuk dalam golongan 4A, karbon memiliki empat elektron valensi yang dapat digunakan untuk membentuk empat ikatan kovalen. Atom karbon dapat berikatan satu dengan lainnya membentuk rantai panjang atau cincin. Karbon, sebagai elemen tunggal mampu membentuk bermacam senyawa, dari yang sederhana seperti metana, hingga senyawa yang sangat komplek misalnya DNA yang terdiri dari sepuluh hingga jutaan atom karbon.
 Jadi, senyawa karbon tidak hanya diperoleh dari organisme hidup saja. Kimiawan modern saat ini sudah mampu menyintesis senyawa karbon di dalam laboratorium. Contohnya: obat, pewarna, polimer, pengawet makanan, pestisida, dan lain-lain. Saat ini, kimia organik didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung atom karbon. 
Elektron memiliki massa yang dapat diabaikan dan mengelilingi nukleus pada jarak sekitar 10-10 m. Dengan demikian, diameter dari suatu atom kira-kira 2 x 10-10 m atau 200 picometers (pm). Setiap kulit elektron berhubungan dengan sejumlah energi tertentu. Elektron yang paling dekat dengan inti lebih tertarik oleh proton dalam inti dar ipada elektron yang lebih jauh kedudukannya. Karena itu, semakin dekat elektron terdapat  ke inti, semakin rendah energinya, dan sulit untuk  berpindah dalam reaksi kimia. Kulit elektron yang terdekat ke inti adalah kulit yang terendah energinya, dan elektron dalam kulit ini dikatakan berada pada tingkatan energi pertama. Elektron dalam kulit kedua, yaitupada tingkat energi kedua mempunyai energi yang lebih tinggi daripada elektron dalam tingkat pertama, dan elektron dalam tingkat ketiga atau pada tingkat energi ketiga, mempunyai energi yang lebih tinggi lagi.
Suatu atom dapat dijelaskan dengan nomor atom (Z) yang menggambarkan jumlah proton dalam inti atom, dan nomor massa (A) yang menggambarkan jumlah total proton dan neutron. Setiap atom dalam senyawa apapun memiliki nomor atom tetap, misalnya 1 untuk hidrogen, 6 untuk karbon, 17 untuk klorida, dan sebagainya, tetapi mereka dapat memiliki nomor massa berbeda tergantung berapa banyak neutron yang dimilikinya. Atom-atom yang memiliki nomor atom sama tetapi nomor massa berbeda disebut isotop.

a.      Orbital Atom
Orbital atom merupakan bagian dari ruang di mana kebolehjadian ditemukannya sebuah elektron dengan kadar energi yang khas (90% - 95%). Rapat elektron adalah istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan kebolehjadian ditemukannya sebuah elektron pada titik tertentu; rapat elektron yang lebih tinggi, berarti kebolehjadiannya lebih tinggi,  sedangkan rapat elektron yang lebih rendah berarti kebolehjadiannya juga rendah.
Terdapat empat macam orbital atom yang berbeda, yang dilambangkan dengan orbital s, p, d, dan f. Dari keempat orbital tersebut, kita hanya akan mempelajari secara mendalam orbital s dan p, karena kedua orbital tersebut paling penting dalam kimia organik. Orbital s berbentuk sferis (bola), dengan inti berada di pusat. Orbital p berbentuk halter.
Orbital elektron diatur dalam sel-sel yang berbeda, didasarkan pada peningkatan ukuran dan energi. Sel yang berbeda mengandung jumlah dan macam orbital yang berbeda pula. Masing-masing orbital berisi sepasang elektron. Sel pertama hanya mengandung orbital s saja, diberi lambang 1s, artinya pada sel ini hanya terdapat 2 elektron. Sel kedua terdapat satu orbital s (2s) dan tiga orbital p (2p), sehingga ada delapan elektron yang dapat mengisi sel ini. Sel ketiga berisi satu orbital s (3s), tiga orbital p (3p), dan lima orbital d (3d), jadi total elektron ada delapan belas.
b.      Jari-Jari Atom
Jari-Jari Atom adalah jarak elektron terluar ke inti atom dan menunjukan besar-kecilnya ukuran suatu atom. Jari-jari atom ditentukan dengan mengukur panjang ikatan (jarak antara inti) dalam senyawa kovalen seperti pada Cl-Cl atau H-H dan kemudian membaginya dengan dua. Karena itu, jari-jari atom sering disebut jari-jari kovalen. Nilai jari-jari biasanya diberikan dalam Angstrom (Å)  dengan 1 Å = 10-8 cm.
Jari-jari atom berubah-ubah bergantung pada besarnya tarikan antara inti dan elektronnya. Makin besar tarikan, makin kecil jari-jari atomnya. Dalam suatu golongan, jari-jari atom semakin ke atas cenderung semakin kecil. Hal ini terjadi karena semakin ke atas, kulit elektron semakin kecil.
Dalam suatu periode, semakin ke kanan jari-jari atom cenderung semakin kecil. Hal ini terjadi karena semakin ke kanan jumlah proton dan jumlah elektron semakin banyak, sedangkan jumlah kulit terluar yang terisi elekteron tetap sama sehingga tarikan inti terhadap elektron terluar semakin kuat.
c.       Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kemampuan suatu atom untuk menarik elektron dari atom lain. Faktor yang mempengaruhinya adalah gaya tarik dari inti terhadap elektron dan jari-jari atom.
. Makin besar jumlah proton berarti makin besar muatan inti positif, dan dengan demikian tarikn untuk elektron ikatan bertambah. Karenanya, keelektronegatifan bertambah dari kiri ke kanan untuk periode tertentu dari susunan berkala.
Untuk Unsur-unsur yang segolongan : keelektronegatifan makin ke bawah makin kecil,karena bagian bawah dalam sistem periodik cenderung melepaskan elektron.
Untuk Unsur-unsur yang seperiode : keelektronegatifan makin kekanan makin besar. keelektronegatifan terbesar pada setiap periode dimiliki oleh golongan VII A (unsur-unsur halogen). Harga kelektronegatifan terbesar terdapat pada flour (F) yakni 4,0, dan harga terkecil terdapat pada fransium (Fr) yakni 0,7.
Harga keelektronegatifan penting untuk menentukan bilangan oksidasi,unsur dalam sutu senyawa. Jika harga kelektronegatifan besar, berati unsur yang bersangkutan cenderung menerim elektron dan membentuk bilangan oksidasi negatif.Jika harga keelektronegatifan kecil,unsur cenderung melepaskan elektron dan membentuk bilangan oksidasi positif.Jumlah atom yang diikat bergantung pada elektron valensinya.
d.      Panjang Ikatan dan Sudut Ikatan
Panjang Ikatan adalah Jarak yang memisahkan inti dari dua atom yang terikat kovalen. Panjang kovalen yang dapat ditentukan secara eksperimental, mempunyai selang harga dari 0,47 Å sampai 2 Å.
            Bila ada lebih dari dua atom dalam molekul, ikatan membentuk sudut, yang disebut sudut ikatan. Sudut ikatan bervariasi dari kira-kira 600 sampai 1800




Benzen
Sudut 120 derajat




C6H12
Sudut 109.471 derajat




C6 pada C yang berikatan biasanya berbeda dengan bentuk C yang saling berikatan pada benzen


Panjang ikatan rangkap tiga (C dengan C) : 1,2
Panjang ikatan rangkap dua (C dengan C) : 1,34
Panjang ikatan rangkap tunggal (C dengan C) : 1,52
Panjang ikatan antara C dengan H : 1,08

Dari data panjang ikatan diatas, dapat disimpulkan panjang ikatan rangkap tiga lebih pendek bila dibandingkan dengan ikatan rangkap dua dan ikatan tunggal, ikatan rangkap dua lebih pendek dari ikatan tunggal. Dan ikatan C dengan H lebih pendek dari ikatan tunggal antara C dengan C.
Panjang dan kekuatan suatu ikatan tergantung dari hibridisasi dari atom yang saling berikatan. Semakin besar karakter s dalam orbital yang digunakan atom-atom untuk membentuk ikatan, semakin pendek dan kuat ikatan tersebut.

e.  Energi Disosiasi Ikatan (D)
Energi disosiasi ikatan merupakan energi yang diperlukan untuk memutuskan salah satu ikatan 1 mol suatu molekul gas menjadi gugus-gugus molekul gas. Energi disosiasi ikatan disimbolkan dengan huruf ‘D‘ .
Ada dua cara agar ikatan dapat terionisasi:
Cara pertama yaitu pemaksapisahan heterolitik ( Yunani, hetero, “berbeda”), dalam kedua elektron ikatan dipertahankan pada satu atom. Hasil pembelahan heterolitik adalah sepasang ion. Dalam pemaksapisahan heterolitik dari HCl atau H2O, elektron ikatan dipindahkan ke Cl atau O yang lebih elektronegatif.
 Cara yang kedua adalah pemaksapisahan homolitik ( Yunani, homo,  “sama”). Dalam hal ini setiap atom yang turut dalam ikatan kovalen menerima satu elektron dari pasangan yang saling dibagi yang asli. Yang dihasilkan adalah atom yang secara listrik netral atau gugus atom. Energi disosiasi ikatan memungkinkan ahli kimia untuk menghitung kestabilan relatif dari senyawa dan meramalkan (sampai taraf tertentu) sebab-sebab reaksi kimia. Selain dapat digunakan sebagai informasi kestabilan suatu molekul, harga energi disosiasi ikatan dapat digunakan untuk memperkirakan harga perubahan entalpi suatu reaksi. Perubahan entalpi merupakan selisih dari energi yang digunakan untuk memutuskan ikatan dengan energi yang terjadi dari penggabungan ikatan.




Berdasarkan banyaknya atom yang ada pada molekul, energi disosiasi ikatan dibagi menjadi energi disosiasi ikatan molekul diatom dan energi disosiasi ikatan molekul poliatom.

Misalnya satu reaksi yang akan dibahas kemudian dalam teks ini adalah khlorinasi metana, CH4:

     






Reaksi dapat dipecah menjadi bagian-bagian komponennya dan dihitung dari energi disosiasi ikatan masing-masing, apakah energi akan dilepaskan atau diperlukan. Makin besar jumlah energi yang dilepaskan, makin menguntungkan bagi reaksi.

f.       Asam Dan Basa

1. Teori Asam Basa Arrhenius
Pada 1808, Humphry Davy menemukan fenomena lain, yaitu HCl dalam air dapat bersifat asam, tetapi tidak mengandung oksigen. Fakta ini memicu Arrhenius untuk mengajukan teori asam basa.Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dapat melepaskan ion H+ di dalam air sehingga konsentrasi ion H+ dalam air meningkat. Basa adalah zat yang dapat melepaskan ion OH di dalam air sehingga konsentrasi ion OH dalam air meningkat.
Contoh senyawa yang tergolong asam dan basa menurut teori Arrhenius adalah sebagai berikut:
a. Asam: HCl, HNO3, dan H2SO4. Senyawa ini jika dilarutkan dalam air akan terurai membentuk ion H+ dan ion negatif sisa asam.












b. Basa: NaOH, KOH, Ca(OH)2, dan dan Al(OH)3. Senyawa ini jikadilarutkan dalam air akan terurai membentuk ion OH– dan ion positifsisa basa.






Teori asam basa Arrhenius berhasil menjelaskan beberapa senyawa asam atau basa, tetapi teori tersebut masih memiliki keterbatasan, di antaranya senyawa asam dan basa hanya berlaku di dalam pelarut air, pembentukan ion H+ atau OH adalah ciri khas asam basa. Jika dalam suatu reaksi tidak membentuk ion H+ atau OH, reaksi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai reaksi asam atau basa.

2.  Teori Asam Basa Bronsted-Lowry
Fakta menunjukkan, banyak reaksi asam basa yang tidak melalui pembentukan ion H+ atau OH, misalnya reaksi antara HCl(g) dan NH3(g). Persamaannya:







Menurut Arrhenius, reaksi HCl dan NH3 dalam fasa gas tidak dapat dikategorikan sebagai reaksi asam basa karena tidak membentuk ion H+ dan OH–, padahal kedua senyawa itu adalah asam dan basa. Akibat keterbatasan teori Arrhenius, pada 1923, Johanes Bronsted dan Thomas Lowry mengemukakan teori asam.
Thomas Lowry mengemukakan teori asam basa berdasarkan transfer proton (ion H+). Menurut Bronsted-Lowry, dalam reaksi yang melibatkan transfer proton,asam adalah spesi yang bertindak sebagai donor proton, sedangkan basa adalah spesi yang bertindak sebagai akseptor proton. Contohnya, asam klorida (HCl) dilarutkan dalam air maka akan terjadi reaksi asam-basa. Asam klorida akan memberikan proton kepada molekul air. Hasilnya adalah H3O+ dan Cl- yang disebut asam konjugat dan basa konjugat. Asam- asam mineral lain seperti asam sulfat, asam nitrat, dan hidrogen bromida dapat bertindak sebagai donor proton, oleh karenanya bersifat asam
3. Teori Asam Basa Lewis
Beberapa reaksi tertentu mempunyai sifat reaksi asam-basa, tetapi tidak cocok dengan teori Bronsted-Lowry maupun teori Arrhenius. Misalnya, reaksi antara oksida basa Na2O dan oksida asam SO3 membentuk garam Na2SO4. Persamaannya:




Menurut Lewis, konsep asam dan basa secara umum mencakup reaksi oksida asam dan oksida basa, termasuk reaksi transfer proton.
Menurut Lewis, asam adalah spesi yang bertindak sebagai akseptor pasangan elektron bebas dari spesi lain membentuk ikatan kovalen koordinasi. Basa adalah spesi yang bertindak sebagai donor pasangan elektron bebas kepada spesi lain membentuk ikatan kovalen koordinat.

Konsep asam-basa Lewis sangat luas digunakan bukan hanya senyawa pemberi atau penerima proton saja tapi juga dapat diterapkan pada senyawa lain. Proton (ion hidrogen) merupakan asam Lewis karena dapat menerima sepasang elektron supaya dapat stabil. Demikian pula senyawa BF3 dan AlCl3 juga merupakan asam Lewis, karena memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima sepasang elektron dari basa Lewis.

4 komentar:

  1. maaf sebelumnya kepada anonim agustiningsih amir.. dengaa ini saya menyatakan bahwa blog anda sudah baik tetapi mengapa Asam klorida akan memberikan proton kepada molekul air yang Hasilnya adalah H3O+ dan Cl-. mengapa demikian ?

    BalasHapus
  2. Materi yang anda berikan baik, akan saja tolong berikan penjelasan pada gambar yang anda post,

    BalasHapus
  3. Assalamuaikum agustiningsih menurut saya blog anda sudah lumain baik tertata rapi , tapi saya ingin bertanya sedikit tentang materi yg anda posting ini, yang ingin saya tanyakan . Bagaimana cara menentukan panjang ikatan suatu unsur? Seperti misalnya yg anda jelaskan diatas itu panjang ikatan rangkap tiga (C dengan C)itu adalah 1,2?

    BalasHapus
  4. Tolong berikan contoh dan penjelasan tentang energi disosiasi? Terimakasih

    BalasHapus